Minggu, 19 Desember 2010

POLEMIK KOTA JOGJA

Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam memiliki kedudukan sangat penting. Dari waktu ke waktu, beliau telah menunjukkan peran dwi tunggal dalam memimpin DIY.

Pejabat yang menjadi penjaga keluhuran dan kebijaksanaan dwi tunggal yang memimpin DIY ini adalah Kepala Daerah. Karena itulah kepala daerah, dalam usulan kami, setara dengan kepala daerah di propinsi lain. Pengisian jabatan kepala daerah bisa melalui pemilihan. Hanya saja ada sejumlah ketentuan tambahan mengigat kepala daerah menjalankan pemerintahan dalam bingkai arahan dan kearifan sang Dwi Tunggal tadi.


dalam kasus yang sangat rentan antara pihak pemerintah yang di pimpin oleh Presiden SBY sendiri dan Pihak Kraton yang di Pimpin oleh penguasa kraton yakni Sri Sultan HB X menjadi sangat intrik dengan adanya saling mengalahkan dengan diajukannya RUUK dari Presiden dan dari pihak Kraton sendiri.

polemik kota jogja sebenarnya sangatlah rentan untuk membuat bangsa Indonesia terjadinya perpecahan hingga banyaknya rakyat jogja yang malah menjadi semakin anarkis dengan memasang spanduk dengan embel-embel "RAKYAT JOGJA SIAP REFERENDUM" menjadikan rakyat jogja seolah-olah menjadi kontra dengan pihak pemerintah.

dilain sisi pemerintah menurut pengakuan Dr Purwo Santoso: Keistimewaan Yogya dalam Bahasa Pemerintahan  
dalam detik news.com menjadikan adanya titik temu yang jelas dari pihak pemerintah dengan adanya RUUK yang baru yang menjadikan Kraton lebih tinggi dari pemerintah namun tidak menuntut adanya campur tangan pihak kraton dari perpolitikan di Indonesia. 

menurut saya pribadi hal tersebut akan menjadikan Raja dari Kraton JOGJA menjadi lebih terkekang dalam bersosialisasi kepada masyarakat dimana jika adanya peran pemerintah yang terlalu eksis (lebih cepat dalam bersosialisasi kepada rakyat) sehingga membuat adanya kraton akan seperti tidak di akui lagi.